astaghfiruLlah. Riba adl sgl bntuk pnambahn nilai uang dr
sbab dipinjamkn. Skadar brfikir agr pminjam uang ksh pgembalian lbh sj
sdh riba, apa lg yg nyata2 ditentukn bunga."Gmn kl pnjam uang dg patokn
hrg emas?"Tnya jmah. J: G apa, krn yg dmikian ni hakikatx pnjam brg
(emas). Pnambahn jumlh nominal mcm ini g brarti mnambah nilai uang. Krn
pgaruh inflasi, mk pnambhan jumlh nominal uang g brarti nmbah nilaix. Mk
g trmsk riba hukumx. WaLlahua'lam.
Majelis Al Firos
Rabu, 06 Juni 2012
Cegah Kemunkarn.
Qt simak:
Dr Kharsyah bin al-Harr, ia brkata,"Aku prnh melht Umar r.a memukul tlapak tgn org2 yg brpuasa Rajab, hg mrk pun mletakkan tgn mrk di atas mknan.
Umar r.a pun brseru, "Mknlah! hnya org2 jahiliyah yg agungkn bln Rajab".
(HR. Ibnu Abi Syaibah di dlm al-Mushannaf). Jmaah tnya,"Gmn mksud hadits ini?"J: Bnyk org jahil/bdoh yg slh dlm skpi bln Rajab, ykni dg krjkn amaln2 khusus d dlmx pdhl g da printah sara'x. Umar r.a gunakn tgn (kkuasaan) dlm tggulangi kmunkarn brupa pgamalan ibadh yg diada2kn (bid'ah) tsb. Jk qt g da kmampuan spt Umar r.a, ckup dg lesan ato hati
Dr Kharsyah bin al-Harr, ia brkata,"Aku prnh melht Umar r.a memukul tlapak tgn org2 yg brpuasa Rajab, hg mrk pun mletakkan tgn mrk di atas mknan.
Umar r.a pun brseru, "Mknlah! hnya org2 jahiliyah yg agungkn bln Rajab".
(HR. Ibnu Abi Syaibah di dlm al-Mushannaf). Jmaah tnya,"Gmn mksud hadits ini?"J: Bnyk org jahil/bdoh yg slh dlm skpi bln Rajab, ykni dg krjkn amaln2 khusus d dlmx pdhl g da printah sara'x. Umar r.a gunakn tgn (kkuasaan) dlm tggulangi kmunkarn brupa pgamalan ibadh yg diada2kn (bid'ah) tsb. Jk qt g da kmampuan spt Umar r.a, ckup dg lesan ato hati
Rabu, 30 Mei 2012
Niat Puasa
. Smgt 45 dlm ibadah yg kurang didukung olh ilmu yg ckup, adl
slh 1 faktor pnyebab sering kliru2nya qt bedakn antara amalan sunnah
& yg bkn, trmsk amaln d bln Rajab."Jd g blh ya, puasa d bln Rajab
ini?" tnya bnyk jmaah. J: Blh puasa sunnah di bln rajab tp bkn dlm rgka
puasa rajab itu sndri tp niatkn puasa2 yg mmg ada printahx scr shahih.
Spt puasa sunnah senin kamis, daud, & yaumul bith atau puasa 3 hri
tiap bln tgl 13-15 qomariyah. WaLlahua'lam.
Tiket Surga,
AstaghfiruLlah. Syarat mutlak keslmtan qt kelak d akhirat adl
ampunan-Nya smata, mk tiap qt wjb taubat (QS.24:31) hg Rasul SAW pun yg
maksum mrs prlu taubat 100X tiap hr (HR. Muslim dr al Aghar bin Yasar al
Muzaniy). Mk, qt taubat yuk? AstaghfiruLlahal'adzim.
AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim.
AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim.
AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim.
AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim. AstaghfiruLlahal'adzim.
AstaghfiruLlahal'adzim. InnaKa Anta tawwaaburrohiim
Kafir
. Ada jamaah yg mrsa krepotan jwb prtnyaan dr tmn mualafx lalu
ngadu ke majlis,"Apakh org berTuhan itu psti beragama dn jg sbalikx?"J:
Sbnrx ini cuma soal logika, paling tinggi cuma msk dlm pembahasan
filsafat yg nilai kbenaranx jauh di bwh kemutlakan al Qur'an. Bg qt yg
ngaku muslim dn mukmin, kirax mencukupkn diri dg al qur'an dn sunnah shg
g trjebak dlm relatifitas akal dn filsafat yg hnya akn buang2 jatah
umur krn membahasx dg tnpa ujung pgkal scr jls dn psti. Bgini, agama tu
tata aturan hdp dr Tuhan, yg ada kaitanx dg nasib stlh mati. Jd org
bragama psti ber Tuhan, sdg org berTuhan blm tentu prcya bhw Tuhan tlh
mnetapkn paket aturan/agama. Prnyataan khas mrk sbb," I haven't any
religious, but I believe the God of arranger the world."
Selasa, 29 Mei 2012
Keabsahan suatu amalan ritual ibadah
BismiLlahirrahmanirrahim, laa haula walaa quwata illa biLlahil 'aliyil 'adzim..
Banyaknya pertanyaan mengenai keabsahan suatu amalan ritual ibadah, tidak terkecuali tentang berbagai thoriqoh dsb, mengharuskan kami untuk memaparkan beberapa qoidah mengenai peribadatan ritual. Perlu dipahami bahwa pemaparan segala keterangan ini selain karena SEKADAR MENJAWAB PERTANYAAN, juga karena RASA HARAP PADA ALLAH yakni semoga menjadi hal yang bermanfaat bagi sebanyak-banyak saudara sesama muslim. Dari ketulusan niat ini, semoga ikhwanie fiddien, saudara - saudara se-muslimku, juga menerimanya dengan sepeneuh hati, terlepas dari adanya kemungkinan ketidak-sepahaman pada beberapa bagian. Silakan saja memegang pemahaman yang telah diyakini kebenarannya, tulisan ini berupaya menuangkan kebenaran Illahi secara sejujur-jujurnya sesuai dengan yang kami pahami.
* * *
Sebagian dari kaum muslimin ( terutama yang mengatakan kelompok modern ) masih beranggapan bahwa dalam menjalankan suatu amal Ibadah , mereka banyak melakukan penelitian-penelitian guna untuk lebih mengenal dan memahami Agama yang muliya ini, dengan cara-cara yang tidak dikenal oleh Agama Islam. Kebanyakan mereka yang menggunakan metode Filsafat sebagai jalannya, dan Rujukan orang orang Barat dalam mengambil ilmu , serta Filosof –filosof, Surat kabar Nasrani ( *Bahkan musibahnya seorang yang beragama Hindu pun dijadikan rujukan dalam memahami Islam ) Naudzubillahi mindzalika.
Bagaimanakah syariat kita mengatur tentang suatu Ibadah , dan
Banyaknya pertanyaan mengenai keabsahan suatu amalan ritual ibadah, tidak terkecuali tentang berbagai thoriqoh dsb, mengharuskan kami untuk memaparkan beberapa qoidah mengenai peribadatan ritual. Perlu dipahami bahwa pemaparan segala keterangan ini selain karena SEKADAR MENJAWAB PERTANYAAN, juga karena RASA HARAP PADA ALLAH yakni semoga menjadi hal yang bermanfaat bagi sebanyak-banyak saudara sesama muslim. Dari ketulusan niat ini, semoga ikhwanie fiddien, saudara - saudara se-muslimku, juga menerimanya dengan sepeneuh hati, terlepas dari adanya kemungkinan ketidak-sepahaman pada beberapa bagian. Silakan saja memegang pemahaman yang telah diyakini kebenarannya, tulisan ini berupaya menuangkan kebenaran Illahi secara sejujur-jujurnya sesuai dengan yang kami pahami.
* * *
Sebagian dari kaum muslimin ( terutama yang mengatakan kelompok modern ) masih beranggapan bahwa dalam menjalankan suatu amal Ibadah , mereka banyak melakukan penelitian-penelitian guna untuk lebih mengenal dan memahami Agama yang muliya ini, dengan cara-cara yang tidak dikenal oleh Agama Islam. Kebanyakan mereka yang menggunakan metode Filsafat sebagai jalannya, dan Rujukan orang orang Barat dalam mengambil ilmu , serta Filosof –filosof, Surat kabar Nasrani ( *Bahkan musibahnya seorang yang beragama Hindu pun dijadikan rujukan dalam memahami Islam ) Naudzubillahi mindzalika.
Bagaimanakah syariat kita mengatur tentang suatu Ibadah , dan
Ibadah merupakan sesuatu yang diridhoi
Ketahuilah, ibadah bukanlah produk akal atau perasaan manusia. Ibadah
merupakan sesuatu yang diridhoi Alloh, dan engkau tidak akan mengetahui
apa yang diridhoi Alloh kecuali setelah Alloh kabarkan atau dijelaskan
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dan seluruh kebaikan telah
diajarkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, tidak tersisa
sedikit pun. Tidak ada dalam kamus ibadah sesorang melaksanakan sesuatu
karena menganggap ini baik, padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya, “Mengapa
engkau melakukan ini?” lalu ia menjawab, “Bukankah ini sesuatu yang
baik? Mengapa engkau melarang aku dari melakukan yang baik?” Saudaraku,
bukan akal dan perasaanmu yang menjadi hakim baik buruknya. Apakah
engkau merasa lebih taqwa dan sholih ketimbang Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Ingatlah sabda Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam , “Barangsiapa yang melakukan satu amalan
(ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Perhatikan kisah dibawah ini :
Pernah datang tiga orang shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam ke rumah istri-istri beliau guna menanyakan tentang ibadah beliau. Tatkala diberitahukan kepada mereka, mereka menganggapnya kecil dan mereka berkata : “Apa kedudukan kita dibanding Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang belakangan.” Berkata salah seorang dari mereka : “Aku akan shalat sepanjang malam tanpa tidur selamanya.” Yang kedua berkata : “Aku akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.” Yang terakhir berkata : “Aku akan menjauhi wanita maka aku tidak akan menikah selamanya.”
Lalu datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ucapan-ucapan mereka disampaikan kepada beliau, maka beliau bersabda : “Apakah kalian yang
mengatakan begini dan begitu ?! Ketahuilah! Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dibanding kalian dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku puasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku juga menikahi wanita. Siapa yang benci (berpaling) terhadap sunnahku maka ia bukan dari golonganku (orang-orang yang menjalankan sunnahku).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kalau kita lihat keberadaan tiga orang ini maka kita dapatkan niatan mereka yang baik yaitu untuk bersungguh-sungguh melakukan ibadah kepada Allah, namun apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyetujui perbuatan mereka? Jawabannya bisa kita lihat dari pernyataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Benar sekali apa yang diucapkan oleh shahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu : “Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam perbuatan bid’ah.”
Orang-orang yang mengadakan bid’ah itu walaupun niatnya baik tetap tertolak dengan dalil hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam : “Siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan di dalam urusan (agama) kami ini dengan yang bukan bagian dari agama ini maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Kisah ke 2 :
Dari Sa’id bin Musayyab Radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang tersebut berkata, “Wahai Abu Muhammad (nama panggilan Sa’id bin Musayyab), apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?” Ia menjawab : “Tidak, tetapi Allah akan menyiksa kamu karena menyalahi Sunnah” (HR Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra II/466, Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih I/147, Abdurrazzaq III/52, Ad-Darimi I/116 dan Ibnu Nashr : 84 dengan sanad Shahih.)
Kisah ke 3
Sufyan bin Uyainah berkata, “Saya mendengar bahwa seseorang datang kepada Malik bin Anas Radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, “Wahai Abu Abdullah (nama panggilan Malik), dari mana saya ihram?” Ia berkata, “Dari Dzulhulaifah, tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ihram” Ia berkata, “Saya ingin ihram dari masjid dari samping makam (nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Ia berkata, “Jangan kamu lakukan. Sebab saya mengkhawatirkan engkau tertimpa fitnah”, Ia berkata, “Fitnah apakah dalam hal ini? Karena aku hanya menambahkan beberapa mil saja!” Ia berkata, “Fitnah manakah yang lebih besar daripada kamu melihat bahwa kamu mendahului keutamaan yang ditinggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sesungguhnya Allah berfirman, “Maka hendaklah orang –orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih [Qur’an surat An-Nuur : 63],
HR Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqih I/148, Abu Nu’aim dalam Al-hilyah VI/326, Al-Baihaqi dalam Al-Madhal : 236, Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah : 98 dan Abu Syamah dalam Al-Ba’its : 90 yang disandarkan kepada Khallal.
Dan betapa indahnya apa yang ditulis Imam Umar bin Abdul Aziz rahimahullah kepada sebagian gubernurnya ketika mewasiatkan mereka untuk menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Saya mewasiatkan kepdamu agar bertakwa kepada Allah, sederhana dalam melaksanakan perintahNya serta mengikuti sunnah RasulNya dan meninggalkan hal-hal baru yang dibuat orang-orang yang setelahnya dalam sesuatu yang telah berlaku sunnahnya dan cukupkanlah dengannya.
Ketahuilah, bahwa tidaklah seorang melakukan bid’ah melainkan telah datang sebelumnya dalil yang menyalahkannya dan telah datang pula pelajaran yang menunjukkan kebid’ahan perbuatan tersebut. Maka hendaklah kamu memegang teguh sunnah. Sebab sesungguhnya sunnah itu akan melindungimu dengan izin Allah.
Ketahuilah, bahwa orang yang melakukan sunnah akan mengetahui bahwa melanggarnya akan mengakibatkan kesalahan, tergelincir dan kedunguan. Sebab orang-orang yang dahulu menyikapinya dengan ilmu, dan dengan pandangan yang tajam, mereka menganggap cukup. Mereka adalah orang yang paling kuat dalam mengkaji, namun mereka tidak mencari-cari. [Al-Ibanah No. 163 dan Syarah Ushul As-Sunnah No. 16
Kesimpulannya, dalam pemahaman syari’at adalah bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah harus semata-mata berdasarkan perintah (tauqifiyah), dan tidak disyariatkan kecuali dengan nash yang ditentukan Allah sebagai hukumnya. Karena terjaminnya ittiba dari membuat bid’ah dan menolak kekeliruan dan hal yang baru diadakan. [Marwiyyat Du’a Khatmil Qur’an 11-12 Syaikh Bakr Abu Zaid]
Terhadap berbagai pertanyaan tentang keabsahan ritual suatu ibadah, cukup dengan jawaban: Jika memang ada contoh serta tuntunan dari Rasul saw (nash/dalil shahih), maka sah hukumnya. Oleh karenanya sangat diperlukan studi hadits guna mengenal dan memahami sifat-sifat serta derajad kesahihan suatu hadits. Karena yang sering terjadi adalah kita memegang dan meyakini suatu hadits, tapi tidak disertai dengan pemahaman terhadap kesahihan hadits tersebut.
Wallahu ta’ala a’lam bish showab
Perhatikan kisah dibawah ini :
Pernah datang tiga orang shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam ke rumah istri-istri beliau guna menanyakan tentang ibadah beliau. Tatkala diberitahukan kepada mereka, mereka menganggapnya kecil dan mereka berkata : “Apa kedudukan kita dibanding Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang belakangan.” Berkata salah seorang dari mereka : “Aku akan shalat sepanjang malam tanpa tidur selamanya.” Yang kedua berkata : “Aku akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.” Yang terakhir berkata : “Aku akan menjauhi wanita maka aku tidak akan menikah selamanya.”
Lalu datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ucapan-ucapan mereka disampaikan kepada beliau, maka beliau bersabda : “Apakah kalian yang
mengatakan begini dan begitu ?! Ketahuilah! Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dibanding kalian dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku puasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku juga menikahi wanita. Siapa yang benci (berpaling) terhadap sunnahku maka ia bukan dari golonganku (orang-orang yang menjalankan sunnahku).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kalau kita lihat keberadaan tiga orang ini maka kita dapatkan niatan mereka yang baik yaitu untuk bersungguh-sungguh melakukan ibadah kepada Allah, namun apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyetujui perbuatan mereka? Jawabannya bisa kita lihat dari pernyataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Benar sekali apa yang diucapkan oleh shahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu : “Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam perbuatan bid’ah.”
Orang-orang yang mengadakan bid’ah itu walaupun niatnya baik tetap tertolak dengan dalil hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam : “Siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan di dalam urusan (agama) kami ini dengan yang bukan bagian dari agama ini maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Kisah ke 2 :
Dari Sa’id bin Musayyab Radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang tersebut berkata, “Wahai Abu Muhammad (nama panggilan Sa’id bin Musayyab), apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?” Ia menjawab : “Tidak, tetapi Allah akan menyiksa kamu karena menyalahi Sunnah” (HR Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra II/466, Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih I/147, Abdurrazzaq III/52, Ad-Darimi I/116 dan Ibnu Nashr : 84 dengan sanad Shahih.)
Kisah ke 3
Sufyan bin Uyainah berkata, “Saya mendengar bahwa seseorang datang kepada Malik bin Anas Radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, “Wahai Abu Abdullah (nama panggilan Malik), dari mana saya ihram?” Ia berkata, “Dari Dzulhulaifah, tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ihram” Ia berkata, “Saya ingin ihram dari masjid dari samping makam (nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Ia berkata, “Jangan kamu lakukan. Sebab saya mengkhawatirkan engkau tertimpa fitnah”, Ia berkata, “Fitnah apakah dalam hal ini? Karena aku hanya menambahkan beberapa mil saja!” Ia berkata, “Fitnah manakah yang lebih besar daripada kamu melihat bahwa kamu mendahului keutamaan yang ditinggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sesungguhnya Allah berfirman, “Maka hendaklah orang –orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih [Qur’an surat An-Nuur : 63],
HR Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqih I/148, Abu Nu’aim dalam Al-hilyah VI/326, Al-Baihaqi dalam Al-Madhal : 236, Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah : 98 dan Abu Syamah dalam Al-Ba’its : 90 yang disandarkan kepada Khallal.
Dan betapa indahnya apa yang ditulis Imam Umar bin Abdul Aziz rahimahullah kepada sebagian gubernurnya ketika mewasiatkan mereka untuk menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Saya mewasiatkan kepdamu agar bertakwa kepada Allah, sederhana dalam melaksanakan perintahNya serta mengikuti sunnah RasulNya dan meninggalkan hal-hal baru yang dibuat orang-orang yang setelahnya dalam sesuatu yang telah berlaku sunnahnya dan cukupkanlah dengannya.
Ketahuilah, bahwa tidaklah seorang melakukan bid’ah melainkan telah datang sebelumnya dalil yang menyalahkannya dan telah datang pula pelajaran yang menunjukkan kebid’ahan perbuatan tersebut. Maka hendaklah kamu memegang teguh sunnah. Sebab sesungguhnya sunnah itu akan melindungimu dengan izin Allah.
Ketahuilah, bahwa orang yang melakukan sunnah akan mengetahui bahwa melanggarnya akan mengakibatkan kesalahan, tergelincir dan kedunguan. Sebab orang-orang yang dahulu menyikapinya dengan ilmu, dan dengan pandangan yang tajam, mereka menganggap cukup. Mereka adalah orang yang paling kuat dalam mengkaji, namun mereka tidak mencari-cari. [Al-Ibanah No. 163 dan Syarah Ushul As-Sunnah No. 16
Kesimpulannya, dalam pemahaman syari’at adalah bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah harus semata-mata berdasarkan perintah (tauqifiyah), dan tidak disyariatkan kecuali dengan nash yang ditentukan Allah sebagai hukumnya. Karena terjaminnya ittiba dari membuat bid’ah dan menolak kekeliruan dan hal yang baru diadakan. [Marwiyyat Du’a Khatmil Qur’an 11-12 Syaikh Bakr Abu Zaid]
Terhadap berbagai pertanyaan tentang keabsahan ritual suatu ibadah, cukup dengan jawaban: Jika memang ada contoh serta tuntunan dari Rasul saw (nash/dalil shahih), maka sah hukumnya. Oleh karenanya sangat diperlukan studi hadits guna mengenal dan memahami sifat-sifat serta derajad kesahihan suatu hadits. Karena yang sering terjadi adalah kita memegang dan meyakini suatu hadits, tapi tidak disertai dengan pemahaman terhadap kesahihan hadits tersebut.
Wallahu ta’ala a’lam bish showab
Langganan:
Postingan (Atom)